Sebenarnya apa yang kutulis sekarang ini sudah aku simpan cukup lama, tapi baru sekarang aku berani mempostingnya. Belakangan ini banyak hal yang menganggu pikiranku. Banyak hal yang ingin aku tulis tapi tidak ada satupun yang bisa aku tulis. Ketik.... hapus... ketik.... hapus.... itulah yang aku lakukan belakangan ini. Aku terlalu takut, apa yang aku tulis menjadi gambaran seperti apa diriku. Aku takut aku hanya terlihat seperti hitam dan putih. Aku khawatir orang-orang tidak akan pernah bisa melihat warna dariku. Kalaupun bisa mungkin itu hanya akan menjadi hal yang terabaikan. Ya aku tidak bisa membatasi pandangan orang akan seperti apa.
Lupakan tentang intro! Lets talk about this...
Some people said "never hide your bad side and see who can stay". But how if I show my demon side and no one can stay?
Bisakah kamu menjamin bahwa pikiranmu akan terus positive? Bisakah kamu menjamin bahwa kamu akan selalu merasa baik-baik saja? Bisakah kamu menjamin bahwa kamu akan selalu menjadi pribadi yang menyenangkan? Bisakah kamu menjamin bahwa kamu tidak akan pernah menjadi menyebalkan? Jika pertanyaan ini berbalik kepadaku, maaf saja aku tidak bisa. Aku tidak bisa terus stabil dengan stay di pikiran yang positive. Tapi jangan berpikir aku menikmatinya. Aku justru kewalahan melawannya. Jika aku bisa meminta aku ingin menyingkirkan itu semua. Bagaimana mungkin aku bisa melepaskan diri dari monster itu jika setiap harinya, setiap detiknya aku terus memberinya asupan hingga kekenyangan berkali-kali lipat bahkan dia mulai mengikis tubuhku secara perlahan.
"I see my own reflection on the mirror and i found a demon over there" i told to myself.
Kita terus beranggapan semua kejadian yang disekitar kita terjadi karna ulah kita. Hal seperti ini cenderung menjadikan pikiran positif kita tertutupi oleh pikiran yang negatif. Selanjutnya mudah saja mengembangkan dan membayangkan kira-kira hal buruk apa yang akan menimpa kita. Begitu seterusnya hingga kamu meangganggap matahari hanya mengelilingimu.
Aku yakin bukan mau siapapun untuk berfikiran negatif. Tapi ya... mengontrol pikiran bukanlah hal yang mudah, bagiku. Siapa sih yang mau stuck di pikiran yang melelahkan ini. Tentu hal ini bukanlah mau siapapun, tapi apa jadinya jika hal ini didukung dengan keadaan yang semakin menguatkan kita untuk terus stuck di pikiran yang menyebalkan ini.
Pada dasarnya setiap manusia dianugerahi emosi yang memberikan mereka warna dalam kehidupan. Sebelumnya-sebelumnya aku juga sudah sering membahas tentang ini. Tapi ya begitu tidak akan pernah ada habisnya membahas perkara manusia dengan segala keunikannya.
Hal yang lebih melelahkan adalah ketika kita berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri, mencintai diri sendiri, dan memaafkan diri sendiri ketika ikhlas tidak pernah kita libatkan untuk mewujudkan itu semua. Bukan hal mudah memang. Butuh waktu dan butuh penerimaan yang luar biasa luas.
Bicara tentang mencintai diri sendiri, sudahkah kita mencintai diri kita? sudahkah kita adil terhadap diri kita? Pernahkah kamu bertanya pada dirimu sendiri seberapa tidak adilnya kamu terhadap dirimu. Kenapa kita tidak pernah mampu melihat kelebihan dan kebaikan yang ada pada diri kita? Seberapa kejamkah kita melihat diri kita yang tidak pernah mampu melihat hal yang seharusnya kita syukuri.
Coba kita bayangkan seberapa mudah kita memaafkan kesalahan orang lain dan seberapa banyak usaha yang kita perlukan untuk memaafkan diri sendiri? Seberapa banyak kamu mengiyakan permintaan orang lain dan seberapa banyak kamu katakan tidak pada dirimu? Seberapa bersyaratnya kamu terhadap dirimu sendiri...
See? Tidakkah kita terlalu kejam pada diri kita?
Kita kerap mencekik diri dengan terus tidak memaafkan kesalahan dan ketidaksempurnaan yang kita miliki. Tapi pertanyaannya pernahkah kamu bertermu dengan orang yang sempurna? Tidak, bukan? Lantas kenapa kita terus menuntut diri terus menutup mata dan hati untuk tidak memaafkan diri sendiri? Seberapa banyak nikmat yang kamu lihat pada diri orang lain yang membuatmu berfikir bahwa kamu tidak layak untuk apapun dan seberapa banyak nikmat yang kamu miliki yang kamu butakan untuk tidak kamu syukuri? Seberapa normal anggapanmu terhadap kesalahan orang lain dan seberapa pelik dirimu memandang kesalahanmu? Adilkah kita? No. Big NO.
Rasanya aku terus ingin mengucapkan "Dear me, i'm so so sorry".
Menuliskan dan membaca hal semacam ini tidak lantas menjadikan dunia kita langsung membaik. Setiap orang punya cara pandang yang berbeda setiap menghadapi permasalahan. Kita tidak dipaksakan untuk langsung menjadi baik-baik saja. Semua itu membutuhkan waktu dan proses. Tentu hal itu kian berangsur seiring doa dan usaha yang kita lakukan. Niat yang kita tanam menjadi investasi besar untuk kita tuai nantinya. Tidak apa-apa pernah terjatuh tapi tetap pijakkan kakimu kuat-kuat. Mulailah bangkit dan merangkak. Kelak kita juga akan bisa berlari.
Comments
Post a Comment