Seberapa Jauh Kamu Mengenalku?

Hallo

Satu atau dua orang kita pasti memiliki teman. Entah itu menurut kita dekat ataupun tidak. Banyak cerita yang kita terima dan banyak cerita juga yang kita berikan, entah itu tutur ataupun bukan. Tapi menurutku dari semua cerita yang kita terima dan dari semua cerita yang kita berikan tidak lantas menjadikan itu sebuah "label" "...oh dia orangnya begini" "...oh dia orangnya begitu". Tidakkah penilaian seperti itu terlalu sempit? Tidakkah penilaian seperti itu terlalu temporary? Bukankah setiap orang itu dapat berubah-ubah? Bukankah perasaan setiap orang itu juga tidak bisa ditebak? Lantas hanya karna dia pernah menceritakan sepotong kisah hidupnya, menjadikannya "begini" ataupun "begitu"?

Bukankah bisa saja apa yang dia ceritakan hanya nol koma nol nol sekian persen dari apa yang dia rasakan sedangkan sisanya??? Kuasa Tuhan yang lebih berhak untuk melabel manusia ini seperti ini ataupun itu. Bahkan untuk orang yang setiap saat 24 jam bersamanya tetap saja berargument karna satu dan lain hal. Tetap saja saling mendiamkan ketika merasa tidak cocok. Tetap saja tidak mengerti apa yang mengganggu pikirannya, apa yang hendak dia kemukakan. 

Mungkin saja dari banyak cerita yang kita terima justru menjadikannya motivasi untuk meninggalkan  semua cerita itu dan beranjak menjadi manusia yang lebih bijak, lantas kenapa kita yang harus membatasinya?

Dan aku rasa kita tidak harus menunjukkan/membuktikan bahwa "aku orangnya seperti ini...". Percuma saja. Kita tidak bisa membatasi penilaian manusia yang terlanjur beranggapan begini dan begitu. Itu hanya akan terus diterima seiring asupan cerita yang mereka dapatkan. 

Tidak ada yang perlu dibuktikan, tidak ada yang perlu disuarakan. Seperti apapun anggapan mereka, tetap tidak akan mengubah apapun dari pandangannya, kita tetap dan hanya akan berjalan di jalan kita sendiri. Begitu juga sebaliknya. 



Memang pada dasarnya kita tidak pernah lepas dari penilaian dan menilai orang lain. Bahkan dari cara kita mengelola sosial media kitapun menjadi candu utama sumber evaluasi makhluk sosial lainnya. Dan penikmat akan dengan bebasnya berasumsi a, b, c sampai z. Bukankah itu semua hanya bersifat sementara? Dan bukankah kehadiran kita tidak semata-mata untuk menyenangkan orang lain? Bukankah kita terlalu egois jika hanya membatasinya sebatas itu? 

Ada masanya kita menjadi sangat menyebalkan dan tentu saja ada masanya juga kita menjadi menyenangkan. Di saat seperti itu bisakah kita tetap setia untuk tidak beranjak kemanapun? Bisakah kita untuk setia menemaninya melewati masa itu?

Kerap sekali manusia tertatih-tatih akibat standar seseorang. Bahkan itu sampai membuat dirinya mengurung diri. Belum lagi karna standar-standar tertentu bisa menghilangkan kesempatan yang seharusnya dimiliki semua orang menjadi sesuatu yang terbatasi. 


to be continued...

Comments

Popular Posts