Stigma

Stigma
Stigma

Sebelumnya aku ingin menyapa kalian semua, apa kabar belakangan ini? Adakah gundah yang mengganggu?

Sesungguhnya setiap kita pasti selalu berjuang dalam menjalani kehidupannya. Tidak peduli itu bagi sang profesional sekalipun. Ada kalanya kita tetap kalah dalam melawan ego diri. Mulai dari sekedar ingin bangun pagi ataukan lanjut tidur lagi? Terkadang itu menjadi perkara yang pelik bagi beberapa orang. Aku tidak ingin menghakimi siapapun, karena setiap manusia itu istimewa apapun bentuk dan rupanya. 

Aku ingin bertanya, apakah berjuang dalam melawan diri merupakan sebuah kejahatan? Apakah ketika mengidap depresi juga dianggap sebuah kutukan? Apakah ketika mengidap suatu hal di luar kendali kita dianggap sebuah kesalahan?

Lantas mengapa mereka kerap kali menghakimi bahwa orang yang memiliki mental yang tidak stabil tidak layak bagi siapapun?

Tidak bisakah stigma seperti ini dihapus? Dihilangkan? Dimusnahkan?

Mungkin menyembunyikan beberapa perasaan menjadi lebih baik bagi beberapa orang tapi itu kerap kali menjadi sebuah sesak yang menyesakkan. 

Lantas kapankah kita bisa bersuara dan diterima?

Kita kerap dihakimi oleh sedikit cerita yang terlontarkan. Oleh sedikit hal yang kita curahkan. Rasanya melelahkan sekaligus menyeramkan. Rasanya itu mulai menyesakkan dan membuat lelah. 

Stigma yang kita terima kerap seperti...

"everyone has anxiety, some people are just stronger than you are"

"what do you mean, you can't get out of bed, its not like your legs aren't working"

"kamu ga bersyukur"

"kamu jauh dari Tuhan"

"kamu hanya malas"

"kamu blah blah blah blah"

Layakkah hal-hal seperti itu diucapkan? Please, kita ga butuh validasi apapun. Kita hanya cukup untuk didengar tanpa dihakimi.

Tapi kerap kita menerima perlakuan-perlakuan yang tidak mengenakkan, seperti mereka yang menjaga jarak dari orang-orang "toxic" seperti ini. Mungkin sudah sepantasnya. Aku tidak tau. Aku hanya merasa ini sebuah penghakiman yang tidak layak didapatkan seseorang yang justru membutuhkan pelukan dan telinga untuk didengar. 

Cemoohan dan ejekan sudah sering kali kita terima, kali ini aku hanya berusaha meminta kepada Tuhan untuk dicukupkan dengan segala kekuatanku. 

Padahal aku merasa orang yang mengalami semua keistimewaan itu memiliki simpati dan empati yang layak diacungi jempol. Seperti memperlakukan orang lain dengan lebih manusiawi. Hubungan yang dijalankan lebih berkualitas. Terkadang menjadi penguat bagi orang lain. Serta bentuk pengendalian diri yang lebih disadari dari kebanyakan orang lainnya. Lebih sadar akan seperti apa layaknya hal yang harus dilakukan. 

Sekian, untuk segala kesalahan aku memohon maaf atas tulisan ini. Untuk segala masukan boleh dikomentari dengan positif. Terima kasih. 



Comments

Popular Posts